25 Juni 2012
Perjalanan Hidup Itu Ibarat Sebuah Pendakian..
Perjuangan ibarat pendakian, ya….inilah yang saya sering pikirkan tiap kali melakukan pendakian di pegunungan. Seperti layaknya kehidupan jalur pertama saat pendakian yang kita lalui adalah kaki gunung dengan medan yang landai, belum dijumpai jalan setapak, udara segar harum tumbuhan menyegarkan. Namun apa yang terjadi semakin kita keatas, semakin kita jumpai lereng yang sedikit terjal, dan mulai memasuki jalur setapak yang dikanan-kirinya jurang curam, semak belukar yang menghalangi perjalanan. Semakin memasuki hutan halanganpun semakin banyak kita temui, relief pegunungan yang kasar, udara yang lembab, dan sedikit gelap karena tumbuhan besar menghalangi masuknya sinar matahari sampai ke dasar hutan, terkadang ditengah-tengah jalan kita jumpai pohon besar tumbang yang menghalangi jalan. Diperlukan kekuatan, kesabaran, keberanian dan keikhlasan untuk melalui semua itu. Sedikit tersandung dan terjatuh di medan yang becek dan kasar itu biasa setiap perjalanan, dibutuhkan kerjasama tim dalam setiap pendakian, dilarang melakukan pendakian seorang diri!!!
Luar biasa.. betapa tidak, berteman, berkelompok, tidak individual adalah harga mati untuk setiap kerja tim begitupun dengan pendakian
Saat ini yang menjadi pertanyaan adalah, apakah para pendaki tersebut melewati semua rintangan dengan keluh kesah dan sikap menyerah ? menyerah untuk kembali ke kaki gunung, menyerah untuk tidak melanjutkan perjalanan ?? saya rasa jawabnya tidak!
Para pendaki gunung selalu menikmati perjalanan yang penuh rintangan tersebut detik demi detiknya dan tak akan melewati tiap momentnya, sekalipun dalam kondisi yang menyulitkan. Sedikit tersandung itu biasa tapi lihat bagaimana para pendaki dengan sigap mereka dapat bangkit lagi. Para pendaki tetap melanjutkan perjalanan meski puncak gunung belum terlihat dengan jelas, bahkan tanda-tanda akan sampai puncak saja tak terlihat, yang ada hanya lereng curam yang terus menanjak dan belantara gelap !!! namun ada satu keyakinan yang begitu kuat dan membuat mereka menikmati perjalanan. Keyakinan bahwa di puncak sana banyak terdapat keindahan, ada sesuatu yang tak dapat terlukiskan ketika kita telah mencapai suatu tujuan, kepuasan yang tak ternilai oleh apapun…
Kurang lebih seperti itulah makna perjuangan. Sesulit apapun perjalanan dan perjuangan hidup bukan untuk ditangisi dan berputus asa, tetapi untuk dinikmati dan diperjuangkan dengan memupuk rasa keberanian, kekuatan, kesabaran serta keikhlasan tentunya. Bukan banyaknya rintangan yang kita khawatirkan tetapi sikap kita yang lemah dan tak mampu menghadapi rintangan itulah yang mesti kita khawatirkan. Bahagia bukan hanya saat kita mencapai tujuan yang kita inginkan tapi rasa bahagia harusnya telah ada bahkan pada kondisi seberat apapun ketika kita sedang berjuang…
Itu yang aku rasakan dari beberapa pendakianku selama ini…
thanks God..
Penyebab Kematian Pendaki Gunung
Mendaki gunung merupakan kegiatan yang cukup banyak peminatnya sekarang. Kegiatan alam bebas ini memang menjanjikan kenikmatan. Kenikmatan yang bahkan sampai sekarang hanya mereka yang berhasil mendaki sampai ke puncak yang tahu.
“Because it is up there..” ujar salah seorang pendaki terkenal Inggris untuk menggambarkan kenikmatan itu.
Bagi pendaki gunung sejati, kenikmatan mencapai puncak gunung sangat sulit digambarkan dengan kata-kata. Yang jelas mendaki gunung adalah kegiatan yang menyenangkan dan relatif mudah dilakukan. Tidak seperti arung jeram, panjat tebing atau menyelam, dimana diperlukan keahlian khusus.
Kegatan ini juga menjanjikan kesenanganan karena dapat meyaksikan keindahan dan keagungan alam pegunungan. Namun hati-hati, dibalik keindahannya, gunung juga menyimpan bahaya bagi para pendaki. Sejak 1492 saat pendakian gunung pertama kali dilakukan manusia hingga sekarang, sudah ratusan bahkan mungkin ribuan orang tewas di atas gunung.
Banyak faktor yang membuat mereka gagal lalu tewas baik ketika sedang mendaki atau menuruni gunung. Faktor-faktor apa saja yang biasanya menjadi penyebab?
1. Fisik Dan Mental
Ketidaksiapan fisik dan mental menjadi faktor yang cukup tinggi sebagai penyebab kematian para pendaki gunung. Fisik dan mental yang lemah jelas-jelas menjadi mangsa empuk alam gunung yang liar. Apalagi jika mendaki gunung yang ketinggiannya lebih dari 4000 meter dimana oksigen begitu tipisnya. Meski sekarang ada alat bantu oksigen tetapi jika fisik lemah, alat bantu itu hampir seperti tak ada artinya. Mental pun demikian. Orang-orang yang mendaki gunung diharuskan memiliki mental pantang menyerah, bersikap tenang dan tidak mudah panik. Ingat, alam liar pegunungan tidak pernah menoleransi kekurangan-kekurangan itu. Maka persiapkan fisik dan mental Anda sebaik mungkin.
2. Kurang Pengetahuan
Pengetahuan tentang gunung yang akan didaki adalah mutlak. Banyak pendaki remaja atau pemula yang tewas di gunung karena minimnya pengetahuan. Pengetahuan ini meliputi banyak hal, seperti pengetahun tentang tinggi gunung, karakteristik cuaca, pengetahuan tentang flora dan fauna yang biasa hidup di pegunungan, pengetahuan tentang tempat-tempat berbahaya di atas gunung hingga pengetahuan tentang tindak penyelamatan
3. Cuaca Buruk
Cuaca diatas pegunungan sangat sulit ditebak, bahkan terkadang meski saat itu musim kemarau bisa saja di atas gunung turun hujan lebat. Cuaca buruk memang tidak menjadi penyebab langsung kematian, tetapi efek yang ditimbulkannya kerap menjadi penghalang pendakian. Seperti jalan menjadi becek dan licin atau udara begitu menjadi begitu dingin.
4. Tersesat
Banyak juga pendaki gunung yang mengalami tersesat. Ini bisa saja terjadi karena mungkin mereka terpisah dari rombongan, mencoba jalur baru atau bahkan disebabkan oleh kesalahan sepele, tidak membawa kompas. Saat orang mengalami tersesat dimana biasanya mereka selalu berputar-putar ke tempat yang sama, mereka akan mengalami disorientasi, bingung, kalut tanpa persediaan makanan yang cukup. Saat itulah maut mengintip.
PIDATO ANAK 12 TH YANG MEMBUNGKAM PARA PEMIMPIN DUNIA DI PBB (Tentang Lingkungan Hidup)
Cerita ini berbicara mengenai seorang anak yg bernama Severn Suzuki, seorang anak yg pada usia 9 tahun telah mendirikan Enviromental Children’s Orgnization ( ECO ).
ECO sendiri adalah sebuah kelompok kecil anak yg mendedikasikan diri untuk belajar dan mengajarkan pada anak-anak lain mengenai masalah lingkungan.
Dan mereka pun diundang menghadiri Konfrensi Lingkungan hidup PBB, dimana pada saat itu Severn yg berusia 12 Tahun memberikan sebuah pidato kuat yg memberikan pengaruh besar ( dan membungkam ) beberapa pemimpin dunia terkemuka.
Apa yg disampaikan oleh seorang anak kecil ber-usia 12 tahun hingga bisa membuat RUANG SIDANG PBB hening, lalu saat pidatonya selesai ruang sidang penuh dengan orang terkemuka yg berdiri dan memberikan tepuk tangan yg meriah kepada anak berusia 12 tahun.
Inilah Isi pidato tersebut: (Sumber: The Collage Foundation)
Halo, nama Saya Severn Suzuki, berbicara mewakili E.C.O – Enviromental Children Organization Kami adalah kelompok dari Kanada yg terdiri dari anak-anak berusia 12 dan 13 tahun, yang mencoba membuat perbedaan: Vanessa Suttie, Morga, Geister, Michelle Quiq dan saya sendiri. Kami menggalang dana untuk bisa datang kesini sejauh 6000 mil untuk memberitahukan pada anda sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, hari ini di sini juga. Saya tidak memiliki agenda tersembunyi. Saya menginginkan masa depan bagi diri saya saja.
Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum atau rugi dalam pasar saham. Saya berada disini untuk berbicara bagi semua generasi yg akan datang.
Saya berada disini mewakili anak-anak yg kelaparan di seluruh dunia yang tangisannya tidak lagi terdengar.
Saya berada disini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat yang tidak terhitung jumlahnya diseluruh planet ini karena kehilangan habitatnya. Kami tidak boleh tidak di dengar.
Saya merasa takut untuk berada dibawah sinar matahari karena berlubangnya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena saya tidak tahu ada bahan kimia apa yg dibawa oleh udara.
Saya sering memancing di Vancouver bersama ayah saya hingga beberapa tahun yang lalu kami menemukan bahwa ikan-ikannya penuh dengan kanker.
Dan sekarang kami mendengar bahwa binatang-binatang dan tumbuhan satu persatu mengalami kepunahan tiap harinya – hilang selamanya.
Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar binatang-binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan burung dan kupu-kupu. Tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal-hal tersebut bahkan masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.
Apakah anda sekalian harus khawatir terhadap masalah-masalah kecil ini ketika anda sekalian masih berusia sama serperti saya sekarang?
Semua ini terjadi di hadapan kita dan walaupun begitu kita masih tetap bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua pemecahannya. Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki semua pemecahannya. Tetapi saya ingin anda sekalian menyadari bahwa
anda sekalian juga sama seperti saya!
Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita.
Anda tidak tahu bagaiman cara mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai asalnya.
Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang-binatang yang telah punah.
Dan anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sediakala di tempatnya, yang sekarang hanya berupa padang pasir. Jika anda tidak tahu bagaima cara memperbaikinya. TOLONG BERHENTI MERUSAKNYA!
Disini anda adalah delegasi negara-negara anda. Pengusaha, anggota perhimpunan, wartawan atau politisi – tetapi sebenarnya anda adalah ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi dan anda semua adalah anak dari seseorang.
Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga besar, yang beranggotakan lebih dari 5 milyar, terdiri dari 30 juta rumpun dan kita semua berbagi udara, air dan tanah di planet yang sama – perbatasan dan pemerintahan tidak akan mengubah hal tersebut.
Saya hanyalah seorang anak kecil namun begitu saya tahu bahwa kita semua menghadapi permasalahan yang sama dan kita seharusnya bersatu untuk tujuan yang sama.
Walaupun marah, namun saya tidak buta, dan walaupun takut, saya tidak ragu untuk memberitahukan dunia apa yang saya rasakan.
Di negara saya, kami sangat banyak melakukan penyia-nyiaan. Kami membeli sesuatu dan kemudian membuang nya, beli dan kemudian buang.
Walaupun begitu tetap saja negara-negara di Utara tidak akan berbagi dengan mereka yang memerlukan.
Bahkan ketika kita memiliki lebih dari cukup, kita merasa takut untuk kehilangan sebagian kekayaan kita, kita takut untuk berbagi.
Di Kanada kami memiliki kehidupan yang nyaman, dengan sandang, pangan dan papan yang berkecukupan – kami memiliki jam tangan, sepeda, komputer dan perlengkapan televisi.
Dua hari yang lalu di Brazil sini, kami terkejut ketika kami menghabiskan waktu dengan anak-anak yang hidup di jalanan. Dan salah satu anak tersebut memberitahukan kepada kami: ” Aku berharap aku
kaya, dan jika aku kaya, aku akan memberikan anak-anak jalanan makanan, pakaian dan obat-obatan, tempat tinggal, cinta dan kasih sayang ” .
Jika seorang anak yang berada dijalanan dan tidak memiliki apapun, bersedia untuk berbagi, mengapa kita yang memiliki segalanya masih begitu serakah?
Saya tidak dapat berhenti memikirkan bahwa anak-anak tersebut berusia sama dengan saya, bahwa tempat kelahiran anda dapat membuat perbedaan yang begitu besar, bahwa saya bisa saja menjadi salah satu dari anak-anak yang hidup di Favellas di Rio; saya bisa saja menjadi anak yang kelaparan di Somalia ; seorang korban perang timur tengah atau pengemis di India .
Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa jika semua uang yang dihabiskan untuk perang dipakai untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan menemukan jawaban terhadap permasalahan alam, betapa indah jadinya dunia ini.
Di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak, anda mengajarkan kami untuk berbuat baik. Anda mengajarkan pada kami untuk tidak berkelahi dengan orang lain, untuk mencari jalan keluar, membereskan kekacauan yang kita timbulkan; untuk tidak menyakiti makhluk hidup lain, untuk
berbagi dan tidak tamak. Lalu mengapa anda kemudian melakukan hal yang anda ajarkan pada kami supaya tidak boleh dilakukan tersebut?
Jangan lupakan mengapa anda menghadiri konperensi ini, mengapa anda melakukan hal ini – kami adalah anak-anak anda semua. Anda sekalianlah yang memutuskan, dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua seharus nya dapat memberikan kenyamanan pada anak-anak mereka dengan mengatakan, ” Semuanya akan baik-baik saja , ‘kami melakukan yang terbaik yang dapat kami lakukan dan ini bukanlah akhir dari segalanya.”
Tetapi saya tidak merasa bahwa anda dapat mengatakan hal tersebut kepada kami lagi. Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas anda semua? Ayah saya selalu berkata, “Kamu akan selalu dikenang karena perbuatanmu, bukan oleh kata-katamu”.
Jadi, apa yang anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari.
Kalian orang dewasa berkata bahwa kalian menyayangi kami. Saya menantang A N D A , cobalah untuk mewujudkan kata-kata tersebut.
Sekian dan terima kasih atas perhatiannya.
***********
Servern Cullis-Suzuki telah membungkam satu ruang sidang Konperensi PBB, membungkam seluruh orang-orang penting dari seluruh dunia hanya dengan pidatonya. Setelah pidatonya selesai serempak seluruh orang yang hadir diruang pidato tersebut berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah kepada anak berusia 12 tahun itu.
Dan setelah itu, ketua PBB mengatakan dalam pidatonya:
” Hari ini saya merasa sangatlah malu terhadap diri saya sendiri karena saya baru saja disadarkan betapa pentingnya linkungan dan isinya disekitar kita oleh anak yang hanya berusia 12 tahun, yang maju
berdiri di mimbar ini tanpa selembarpun naskah untuk berpidato.
Sedangkan saya maju membawa berlembar naskah yang telah dibuat oleh asisten saya kemarin. Saya … tidak kita semua dikalahkan oleh anak yang berusia 12 tahun “
…
04 Juni 2012
Pecinta Alam Dalam Renungan Pecinta alam???

Siapakah Pecinta Alam Sebenarnya???

02 Juni 2012
Apakah Seperti Ini Pecinta Alam Abad 21 ???
Seandainya pohon bisa memberontak dan bicara tentunya ia bakal menjerit ketika ditebang, seadainya satwa liar itu bisa bicara tentunya ia bakal menyelamatkan hidupnya, namun kita sebagai manusia punya mulut, hati, telinga, otak malah diam saja melihat, mendengar jeritan-jeritan alam yang rusak ditangan kerakusan spesies manusia seperti kita ini. Apakah kita bangga dengan kekuasaan kita sendiri sementara kita telah melakukan bunuh diri secara perlahan bersama-sama oleh perbuatan kita sendiri.
Sebelum kita membahas pecinta alam dan kegiatannya mari kita pahami betul apa epistemologi dari “Pencinta Alam”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Cinta mempunyai empat makna, yakni, [1] ‘suka sekali’ ; ‘sayang benar’ ; [2] ‘kasih sekali’ ; terpikat’ ; terpikat ; [3] ‘ingin sekali’ ; berharap sekali ; ‘rindu’ ; dan [4] ‘susah hati ; risau’ (1993 -190). Yang artinya pencinta diberi makna ‘orang yang suka akan’ (h191). Selain itu kata alam yang diserap dari bahasa Arab, di Indonesia berkembang sehingga mempunyai tujuh makna. Ketujuh makna itu ialah [1] ‘segala ada yang dilangit dan dibumi’ ; [2] ‘lingkungan dan kehidupan’ ; [3] ‘segala sesuatu yang termasuk dalam satu lingkungan dan dianggap satu lingkungan dan dianggap sebagai satu keutuhan’ [4] ‘segala daya yang menyebabkan terjadinya dan seakan-akan mengatur segala sesuatu yang ada di dunia ini [5] ‘yang bukan buatan manusia’ ; [6] ‘dunia’ ; dan [7] ‘kerajaan ; daerah ; negeri ‘ (h.22). Kalau kedua kata tersebut digabung maka arti dari pencinta alam adalah ‘orang yang sangat suka akan alam’.
Namun tidak disaat ini, pencinta alam yang sebenarnya hanya pantas ditunjukan pada masyarakat asli hutan, organisasi non pemerintah yang peduli terhadap lingkungan dan alam, individu yang peduli dengan lingkungan hidup lewat kemampuan yang dia bisa, seperti menanam pohon, membuang sampah tidak sembarangan, tidak memelihara satwa liar yang dilindungi UU, tidak menebang pohon ditaman nasional dan disekitar hutan lainnya, naik sepeda, menulis tentang lingkungan, membuat film tentang hutan dan kelestariannya, dan masih banyak lagi bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
Makna ‘orang yang suka akan alam’ berarti manusia yang peduli dengan alam dan menjaga kelestariannya. Dengan menjaga kelesatariannya berarti ia membela nasib hutan dan satwa liar yang sedang mengalami kepunahan bukan berpetualang menantang andrenallin naik gunung, memanjat tebing, atau membuka jalur untuk latihan atau dengan bangga bisa menaklukan alam.
Sejarah memang harus dipelajari tentang pendirian pencinta alam yang motori almarhum Soe Hok Gie, Herman Lantang dan kawan-kawan. Di era 60-an memang terjadi pergolakan masa transisi kemerdekaan. Invansi politik praktis diluar kampus Universitas Indonesia lewat organisasi dan kesatuan aksi mahasiswa dari berbagai atribut dan ideologinya berusaha memasuki Universitas. Namun, Almarhum Soe dan rekan-rekannya tidak peduli dan menjadi kelompok yang tidak memihak dengan kemelut politik saat itu. Mereka lari ke gunung dan pergi ke tempat-tempat sepi terpencil. Kalau penulis menyimpulkan contemplasi ala raja-raja Jawa seperti pendeta-pendeta hinduisme. Mereka paham waktu itu posisi benar-benar terjepit. Kebersamaan dan pengalaman itulah lahir istilah pencinta alam, yaitu Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Prajnaparamita FSUI. Di Tahun 1971 nama Prajnaparamita dilepas diganti dengan Mapala UI. Alhasil bangsa yang euforia ini bermunculan organisasi pencinta alam baik dari kampus dan diluar kampus.
Kegiatan mereka hanya berlarian ke gunung, ke goa, ke tebing hanya untuk menikmati alam. Jaman abad ini sudah berubah namun masih ada saja organisasi pencinta alam baik dari kampus dan masyarakat yang bergiat untuk naik gunung, ke goa, arung jeram, ke tebing atau pendidikan seperti gaya militer, menggampar seenaknya calon peserta dengan alasan biar berdisiplin seperti militer. Padahal pendidikan ala militer dewasa ini dengan kekerasan sudah mulai dikurangi.
Pernah penulis mendengar cerita dari aktivis lingkungan dari negeri yang hutannya sudah hilang bahwa seandainya gunung itu dipenuhi sampah dan hutannya gundul, iklimnya panas, sungai dipenuhi limbah pabrik, tebing karst di bom dan batunya diambil untuk bahan lantai, meja, dan satwa liar yang eksotik punah seperti Harimau Jawa, Jalak Bali. Apakah organisasi pencinta alam baik itu dikampus maupun diluar kampus diam saja melihat itu semua.
Memang hutan Indonesia belum parah meski terlihat parah atau sungai-sungai masih belum tercemar hingga bisnis olah raga arus deras pun menjamur atau gunung masih ada tempat menarik meski jauh paling atas, goa-goa masih banyak yang bagus, tebing-tebing masih menjulang tinggi toh mereka hanya santai-santai saja atau tidak perduli sama sekali lebih mementingkan event-event kejuaraan atau pelatihan-pelatihan yang tidak ada hubungannya dengan makna dari pencinta alam. Sangat tragis benar.
Apa ada yang salah dari Almarhum Soe Hok Gie dan kawan-kawan lamanya hingga penerusnya hanya mementingkan kepuasaan sesaat atau kode etik pencinta alam Se-Indonesia yang syahkan bersama dalam gladian ke-4 yang setiap kegiatan wajib dibacakan setiap kegiatan seperti maksud dari pesannya Pencinta Alam Indonesia adalah sebagai dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab kami kepada Tuhan, Bangsa dan Tanah Air. Dengan kesadarannya mereka (Pencinta Alam) menyatakan pada poin 2 yang isinya memelihara alam beserta isinya menjadi ucapan atau janji tanpa makna (Lip Service).
Namun hasilnya pun hutan tetap gundul, satwa liar makin lama makin punah, bencana lingkungan mulai bermunculan, bahkan pemanasan global yang dibicarakan setiap negara dan para aktifis lingkungan dari LSM dengan gencarnya mencari solusi. Sedangkan organisasi yang namanya Pencinta Alam belum menunjukan taringnya untuk peduli terhadap lingkungan. Bahkan hanya bisa dihitung oleh jari organisasi pencinta alam yang peduli terhadap lingkungan. Atau menurut saran respon dari pembaca tulisan Quo Vadis Pecinta Alam yang ditulis penulis mending diganti saja nama pencinta alam dengan nama jenis petualang. Biar tidak terjadi pembiasan makna dari kata Pencinta Alam.
Alhasil, makin sepinya minat pemuda sekarang untuk masuk organisasi pencinta alam. Tradisi lama masih dipakai tidak ada formulasi-formulasi baru untuk merefleksikan kegiatan-kegiatannya. Atau organisasi pencinta alam dewasa ini telah bangga dengan “establishment” (kemapanan). Kebiasaan-kebiasaan lama yang harus ditinggalkan malah terus diulang-ulang saja seperti pendidikan dengan kekerasan atau perbedaan yang antara senior dan yunior, pendendaman akibat dari pendidikan yang keras, menebang pohon untuk simulasi SAR, atau pembukaan jalur. Meski kecil namun tetap saja kita memberikan pendidikan yang tidak baik terhadap masyarakat sekitar gunung atau hutan.
Pernah penulis ditanya saat masuk organisasi mahasiswa pencinta alam waktu masih kuliah dulu oleh senior, apa tujuan anda masuk pencinta alam? Penulis menjawab ingin mengenal alam lebih dekat. Namun, ketika pendidikan tidak dikenalkan dengan alam malah disiksa di bentak meski tidak ada kekerasan fisik, membuka jalur hutan dengan parang seperti kesatria.
Ironisnya, bencana-bencana alam tidak separah di jaman itu. Namun saat ini kita mendengar dan merasakan dampak dari penyakit lingkungan seperti pemanasan global, banjir, longsor, tsunami, belum lagi penyakit-penyakit aneh lainnya. Apa kita sebagai pencinta alam terus merenung naik gunung?Apa kita sebagai pencinta alam masih saja manjat memenuhi kepuasaan jiwa? Apa kita sebagai pencinta alam terus menelusuri goa?Apa kita sebagai pencinta alam terus pergi keriam berarung jeram melintasi sungai?Apa kita sebagai pencinta alam bangga dengan ucapan sebagai penikmat alam? Waktunya kita bergabung dan belajar dari organisasi-organisasi non pemerintah, masyarakat dengan kearifan tradisional sekitar hutan yang peduli terhadap lingkungan untuk melakukan sinergi bersama mencari solusi tentang kerusakan alam. Ini tugas semua pencinta alam Indonesia di abad 21 ini. Waktunya meninggalkan dunia petualang.
Take Action Now.
Langganan:
Postingan (Atom)